Ada apa di Banten?



Banten? 

Setelah sekian lama gue gak nulis karena kehabisan bahan, akhirnya gue ditemani oleh 2 orang kawan yaitu neema (@neemaprmswr) dan gilang (@g_hansagita) pergi ke suatu tempat di pelosok Banten, yaitu suku Baduy. Ini memang sudah menjadi bucket list gue selama ini, tapi sayangnya baru bisa terealisasikan sekarang huhuhu. Memang sih memiliki banyak daftar bucket list itu tidak mudah untuk direalisasikan, tapi dengan tekad yang kuat akhirnya gue bisa me-ceklist bucket list gue yang satu ini hahaha.

Saat itu memang gue belum punya tujuan untuk traveling selanjutnya. Tak disangka kawan gue bernama neema ini ngajak gue dan gilang untuk ikut trip ke Baduy. Berhubung disalah satu agen trip lagi ada yang promo untuk pergi kesana, dan tidak jauh pula dari tempat tinggal, langsung aja gue meng-iyakan ajakannya, berhubung gue belum pernah kesana juga.

Dengan menggunakan aplikasi Opentripp yang sudah bisa di download di Playstore dan Appstore gue memesannya disini. Dengan tujuan Baduy dan memilih Bantam traveller sebagai trip leadernya.

Terpilihlah tanggal 11-12 Agustus 2018 untuk berangkat kesana. 

---Sabtu, 11 Agustus 2018.

Gue bertiga janjian kumpul dirumah Neema yang gak jauh dari rumah gue di Tangerang. Berangkat dari stasiun Tangerang menuju ke stasiun Tanah Abang untuk meeting point disana. Bertemu dengan beberapa kawan baru yang sama memesan dari aplikasi opentripp, membuat gue ber-ekspetasi lebih salama perjalanan ini. Pas sampai di Tanah Abang ternyata gue telat rombongan huhuhu, langsung deh gue mesen tiket kereta untuk menuju ke Stasiun Rangksbitung.

1 jam perjalanan kita tempuh dari Tanah Abang - Rangkasbitung, sesampainya disanaaaaa busettt panass puooollll! ternyata rombongan sudah pada di mobil tinggal nunggu kita bertiga doang, huft jadi gak enak. Langsung deh berangkat menuju ke Terminal Ciboleger menggunakan mobil travel yang muat 8 orang.

Perjalanan memakan waktu sekitar 1.5 jam untuk sampai di Ciboleger. Sesampainya disana kita langsung banget disambut sama warga lokal Baduy luar dan dalem yang sedang mejeng di beberapa warung lokal sana, yaa dengan tujuan menawarkan beberapa hasil olahan mereka seperti madu, gelang, tenun, dll. Tapi tujuan utamanya adalah sebagai porter atau bisa dibilang sebagai penunjuk arah sekaligus bisa membawakan barang bawaan pengunjung seperti tas dan lain-lain.

Setelah briefing, foto-foto di depan patung khas desa Ciboleger dan berdoa, langsung saja kita memulai perjalanan melewati beberapa rumah warga yang belum memasuki kawasan Baduy luar, setelah beberapa meter dan ada plang atau papan bertuliskan Baduy luar, maka kita sudah meginjakan Desa Baduy luar yang memiliki rumah yang khas banget. Dari interior rumah, dinding rumah dan juga orang-orangnya.


welcome to Baduy!

Hampir setiap rumah memiliki usahanya sendiri, seperti kain tenun, gelang-gelangan, madu, dll. Kain tenun khas Baduy luar itu harganya sekitaran Rp. 15.000 - Rp. 300.000. dari sini juga kita bisa memilih dan melihat secara langsung proses pembuatan kain tenun tersebut. Oiya mayoritas pembuat kain tenun disini adalah perempuan lho! Dari yang masih muda sampai yang sudah tua banget alias nenek-nenek. Dan gak tau kenapa beberapa perempuan muda disini suka banget buat mejeng diluar rumahnya, hmmm mungkin aja untuk menarik perhatian para pengunjung untuk datang ke warungnya yak huaahahaha.



ini dia tampak depan rumah Baduy Luar
lapak dari salah satu rumah disana

Di pertengahan jalan Neema dan gilang sudah merasa tidak kuat mendaki sambil membawa tasnya yang lumayan berat itu, memang sih trek yang cukup susah untuk para pemula dan cuaca panas yang membakar kulit, sangat menguras stamina para pendaki kala itu. Yang awalnya gue kira perjalanannya itu biasa-biasa saja seperti jalan kampung yang datar, ternyata eh ternyata trek yang kita lalui yaa gak beda jauh sama pendakian pertama gue ke Gunung Papandayan (Bisa baca di Blog gue disini). 


nah ini bocah Baduy luar yang tampak ceria

Melewati beberapa jembatan bambu yang sudah lama dibuat tapi masih kuat untuk dilalui banyak orang, kita menyempatkan diri untu berfoto-foto dan beristirahat sejenak sambil menikmati suasana kampung Baduy luar disini. Spot fotonya bagus-bagus dan lumayan instagram-able sih kalo meurut gue.


ini dia mereka yang mengajak gue untuk eksplore Baduy


Kan Instagram-able banget!
foro sama anak-anak baduy dalam

Setelah melewati beberapa jalur yang cukup ekstrem dan sudah sekitar 3 jam perjalanan sejak dari Terminal Ciboleger, sampailah kita ke perbatasan kampung Baduy Luar dan Baduy Dalam. Perbatasannnya adalah sebuah jembatan akar yang sudah lama berdiri. Nah, disini kita sudah tidak boleh lagi menggunakan gadget, dari handphone sampai kamera. Tapi sebenerya yang paling penting sih tidak boleh mengambil gambar sekecil apapun di kawasan Baduy Dalam karena sudah peraturan adat yang tidak bisa diganggu gugat.

Perbatasan antara Baduy luar dan Baduy dalam adalah sebuah jembatan saja, ini yang menjembatani antara 2 dunia yang berbeda, yang pertama dunia dengan modernisasi dan yang kedua adalah dunia anti modernisasi. Sambutan pertama di Baduy dalam adalah dengan melewati tanjakan tajam yang baisa disebut sama warga lokal dan pendatang adalah jembatan cinta, walaupun gak sama pacar yaa yang penting kita kudu menebar cinta kesemua orang huahahaha.

Singkat cerita sampailah kita ke perkampungan Baduy Dalam pukul 18.00. Desa yang gue datangi ini namanya desa Cibeo. Ada 3 desa di Baduy dalam, diantaranya adalah Cibeo, Cikeusik, dan Cikertawana. Gue langsung melipir ke rumah warga yang sudah dikenal oleh guidenya (@mainkemari). Tanpa basa-basi langsung gue selonjoran kaki dan tiduran sebentar, rasanya kaya gak punya kaki lagi huahahaha. Badan sudah terasa gerah banget, langsung aja gue mandi bareng beberapa kawan baru gue di sebuah sungai yang biasa dipakai mandi juga oleh warga sana. Gak ada kata malu-malu, mau telanjang juga gapapa orang gelap ini huahahahaha. Airnya seger banget! Badan jadi rileks dan seger lagi setelah beberapa jam perjalanan.

Malamnya kita makan yang sudah disediakan dalam trip ini, sederhana hanya mie, nasi, tempe goreng, sarden, dan air putih. Tak luput kita dari banyak perbincangan hangat dengan orang sana yang membuat suasana menjadi hangat dengan canda dan tawa, tak lupa juga secangkir kopi panas menemai gue malam itu.

--Minggu, 12 Agustus 2018.

Suara ayam yang khas ketika pagi menjelang membuat raga gue otomatis bangun. Walau tak terbiasa ketika dirumah alarm yang paling ampuh hanya suara teriakan emak yang kenceng bangett hahaha. Langsung gue menyusuri keseluruh kampung dipagi hari, soalnya pas sampai semalem gak ada lampu sama sekali jadi gelap banget. Dipagi hari gue denger suara angklung yang gak beraturan, ternyata eh ternyata setelah di selidiki ada beberapa anak yang sedang bermain angklung di balai. Memang, disini sudah menjadi mainan mereka sehari-hari, tanpa gadget, bola, dan internet.

Untuk info saja, kita bisa menyebut nama pimpinan adat disini dengan nama Puun, dan nama para wakil-wakilnya bisa disebut dengan jaro. Dan juga disini, semua anak yang baru lahir pasti akan diberi nama oleh puun setempat, hebat yah! Dan yang paling hebat lagi, hampir semua anak disini sudah memiliki jodoh masing-masing loh! Tapi bisa saja menolak kalau belum bertunangan.


yang paling kiri namanya Aldi, gue udah pernah ketemu dia sealagi di Tangerang.

Bahasa sunda adalah bahasa keseharian mereka disana, untungnya gue bisa dikit-dikit bahasa sunda hehe. Dan juga agama disini adalah Sunda Wiwitan, mereka juga punya penanggalan sendiri, kurang lebih beda seminggu lebih cepat dari penanggalan masehi. Disana juga tidak ada jam, jadi kalau warga sana pengen tau jam berapa yaaa harus keluar melihat matahari. Dan juga sebagian besar mata pencaharian masyarakat sini adalah petani.

Setelah beberes pakaian dan bersih-bersih badan, langsung gue bersama tim melakukan briefing dan berdoa untuk pulang. Perjalanan kita mulai jam 8 pagi. Warga Baduy dalam ada yang ikut dengan kita turun. Perjalanan kali ini tidak se-ekstrem kemarin, soalnya ini trek yang kebanyakan datar dan menurun. Perbatasan dengan Baduy Luar cukup unik, yaitu sebuah aliran sungai kecil yang melintasi jalan.

Saat diperjalanan, terdengar suara-suara orang kerja ditengah-tengah hutan. Tak disangka suara itu datang dari orang Baduy luar yang sedang membuat jalan baru sebagai akses keluar dari baduy dalam. Keharmonisan ini yang membuat gue salut sama warga-warga disini.

Trek dan view selama perjalanan turun juga bagus-bagus kooo, nih gue kasih liat fotonya!


alus pisan euy treknya!
ini sudah hampir sampai

Nah yang gak paling bisa dilupain selama perjalanan pulang adalah, jembatan akar yang panjang! Dan dibawahnya ada sungai yang jernih. Gak mikir panjang, gue langsung turun dan buka baju untuk nyebur ke sungai itu huahahaha seger pisan! Awalnya gue pengen loncat dari jembatan itu kebawah bersama bang Jui, tetapi apa daya, takutnya ada batu tinggi dibawah yang bisa-bisa kita tidak bisa pulang kerumah masing-masing ahahaha.


Chaldish Gambino was here.

ngojay heula lurrrr!

Setelah beberapa jam perjalanan turun, akhirnya gue sampai ke sebuah desa yang gue gak tau namanya. Kita terpaksa memakai jasa angkutan ojek dengan tarif Rp. 20.000 – Rp. 30.000 untuk sampai ke parkiran mobil. Tak lupa, gue beli sebotol madu khas Baduy yang selalu dibawa oleh masyarakat sana ketika mengantar turis pulang. Setelah beristirahat sejenak dan makan bakso, mobil langsung berangkat ke teriminal Rangkasbitung untuk pulang kerumah masing-masing.


cek my Instagram! @oraaanghitam

Dimana ada pertemuan pasti ada perpisahan, hanya kenangan yang mampu mengingatkan kita pada peristiwa-peristiwa unik selama perjalanan ini. Semoga kita bisa bertemu di perjalanannya selanjutnya!

Keep Traveling guys!


semoga kita bertemu di trip selanjutnya!




























Comments

  1. Jujur, ini keren bgt cerita nya.. Keren jg trip baduy nya.. see you next trip mas bro & sista.. :)

    ReplyDelete
  2. Jujur, ini keren bgt cerita nya.. Keren jg trip baduy nya.. see you next trip mas bro and sista.. :) -Riski-

    ReplyDelete
    Replies
    1. terimakasih mas riski! sampai ketemu di trip selanjutnya, semoga kita berpapasan!

      Delete
  3. menarik nih buat di jadiin penelitian agama lokal

    ReplyDelete
    Replies
    1. waah boleh banget itu, monggo dateng ke Baduy buat tau lebih lengkapnya!

      Delete
  4. Gokil sih ceritalu bener2 buat gua mau kesana

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

PUTIH ABU-ABU YANG TAK PERNAH PUDAR

Udah lama gak traveling lagi, huft.