Perjalanan Singkat di Kota Istimewa!


              

Perjalanan kali ini gak begitu lama mungkin gue bakal nyeritainnya singkat. Jogja memang gak ada abisnya untuk di eksplore, dari timur ke barat, selatan ke utara banyak banget destinasi-destinasi alam dan kultur budayanya yang beragam.

Jogjakarta adalah sebuah kota istimewa yang memiliki ciri khas budaya yang melekat pada setiap sudut kotanya. Alunan musik jalanan yang menjadi ciri khasnya dengan memainkan peralatan musik tradisional dan beberapa barang bekas yang masih bisa digunakan untuk bermusik. Canda dan tawa orang-orangnya mengundang kehangatan untuk berbincang lepas tentang indah dan lucunya Negeri ini. Tak bisa dipungkiri, orang yang tinggal atau menetap disini mungkin orang paling bahagia di Indonesia hehe.

Perjalanan kali ini gue ditemani oleh saudara gue namanya Ibnu. Selain jadi mahasiswa di salah satu kampus negeri di Jogja, dia juga memiliki usaha kecil-kecilan sama beberapa kawannya untuk membuat pin wood, katanya sih lumayan buat nambah uang jajan. Dia tinggal sama kawannya di sebuah kontrakan sederhana di sudut kota Jogjakarta.

Tanpa ada niatan sama sekali gue ke jogja. Awalnya sih Cuma mau nyekar doang ke makam kakek nenek yang ada di Purworejo dan pakde gue yang ada di Bantul. Berhubung lagi di jogja dan gue bawa tas yang isinya pakaian dan beberapa perlengkapan traveling yang gak pernah lepas dari tas, gue langsung minta izin sama orang tua untuk menetap selama sehari semalam di kontrakan ibnu.
“Lah kok cuma sehari semalam di Jogja? Kemana aja emang dhil?” iyasih gue sempet berfikir kemana aja yak sehari semalem di kota istimewa ini? Terbesit langsung dipikiran gue, kebetulan gue sampai di jogja itu sore hari. Kenapa gak menikmati hal yang simpel dan singkat tapi istimewa, yaitu menikmati sunset! Langsung ibnu memberikan refrensi tempat yang ia pernah datangi sebelumnya, yaitu Puncak Becici.
Puncak becici ini ada di daerah Bantul, DIY. Bertepatan di desa Muntuk, kecamatan Dlingo, Kab. Bantul, atau sekitar 30km dari pusat Jogjakarta. Memerlukan waktu sekitar 1 jam untuk sampai sana kalau kita berangkat dari kota Jogjakarta. dengan menggunakan sepeda motor yang ibnu bawa dari Bekasi, kita lalui perjalanan dengan rasa penasaran keindahan sunset yang ada disana. Perjalanan menanjak dan berliku-liku, serta jalanan yang tidak rata membuat motor matic ibnu harus bekerja ekstra untuk ngangkut kurang lebih 140 kg berat badan kita berdua.
Harga tiket masuk seharga Rp. 2500 untuk orang dan Rp. 2000 untuk motor. Pas banget sampai disana hari sudah mulai senja, matahari sudah mulai pamit kepada dunia, memancarkan keindahan warna pastel (Orange, ungu, pink, biru) yang indah. Hoki banget pas gue kesitu lagi sepi padahal hari sabtu, biasanya sih katanya rame, entah kenapa. Pas udah mulai waktunya, panorama sekitar seakan membuat mata gue terperana akan keindahannya, wow! Parah sih! ini mungkin jadi senja terbaik buat gue saat ini.


epic!

The beautiful sunset with the right person!


Berhubung langit sudah berubah menjadi gelap, bintang-bintang pun berdatangan dengan sinarnya yang elok, dan kita berdua sudah puas menyaksikan indahnya sunset di Kota Istimewa ini. Perjalanan kita lanjutkan ke Pinus Pengger yang tidak terlalu jauh dengan puncak becici. 

Disini memang pas banget buat foto-foto atau selfie di malam hari, secara disini kita langsung disuguhkan langsung dengan pemandangan kota Yogya dimalam hari. Lokasinya ada di paling utara, tepatnya berbatasan dengan kecamatan Pathuk, Gunung Kidul. Yang paling nge hits disini yaitu rumah dari tumpukan rotan atau kayu yang membentuk rumah orang indian, dengan lubang di tengahnya.

Tak heran jika untuk foto disini saja butuh waktu ngantri berjam-jam, memang itu worth it buat mendapatkan angle yang apik dengan pemandangan kemerlip lampu kota dimalam hari.


Kita karena waktu, jadi males banget buat ngantri, jadi yaa ngeliatin aja huahahaha. Tempat ini rekomended banget sih buat wisata malam disini, sama harga tiket masuknya sama kaya puncak becici, murah kan!

Setelah sudah asik-asikan berkunjung ke beberapa tempat, tak lupa gue untuk menghubungi beberapa kawan gue yang kuliah di Jogja. Namun, ada beberapa kawan yang sibuk jadi cuma 2 orang kawan saja yang bisa gue temui di kota ini.

ini namanya Mayang yang kuliah di Sosiologi UGM


ini namanya Farrel yang kuliah di Komunikasi UPN

Sambil ngopi santai gue sama Farrel dan Ibnu berbincang tentang kehidupan mereka kuliah di Jogja, yaa gue cuma dengerin aja sih huahahaha. Sebagai anak komunikasi, Farrel ngasih tau gue beberapa tips untuk jadi Travel Blogger di era digital ini, yaa lumayan lah yaa gue ke Jogja gak cuma jalan-jalan dong tapi dapet ilmu juga hehehe. Sebenarnya gue sama Ibnu sudah merencanakan hunting sunrise di Taman buah Mangunan, karena kita ngopi dan berbincang panjang sampai jam 1 jadi kebablasan tidur deh :( . 

Keeskokan harinya gue sama Ibnu langsung bergegas cabut untuk eksplore lagi ke beberapa tempat di Jogja. Destinasi selanjutnya yaitu Taman Sari. Memang sih ini sudah terlalu mainstream, tapi ini merupakan destinasi wajib jika berkunjung ke Jogja. Mengitari kota Jogjakarta yang puanass dengan banyaknya lampu merah disetiap persimpangan jalan. 

Harga tiket masuknya itu seharga Rp. 5000 (Wisatawan lokal), Rp. 12.000 (Wisatawan Asing). dan Rp. 2000 (Kamera). Taman Sari ini merupakan saksi sejarah Keraton Jogjakarta pada masa kejayaannya. Sekarang sudah dikelola sama pihak keraton untuk jadi tempat wisata.



                               



                               

Mungkin Ibnu sudah bosan kesini, ya karena selain kuliah disini, doi juga sering traveling sama kawan-kawannya. Setelah puas dengan foto-foto dan keliling sekitar Taman Sari, gue langsung bergegas lagi ke arah Bantul! yaa berhubung gue hari itu juga balik ke Purworejo, karena gue balik ke Tangerangnya bareng keluarga huhuhu.

Gue langsung searching Google tentang destinasi wisata yang ada di Jogjakarta. Berhubung gue pulang sore hari, jadi jalannya yaa yang gak banyak buang waktu dan tenaga. Langsung aja gue untuk memutuskan untuk ke sebuah tempat yang gak jauh dari destinasi yang kemaren gue datengin, yaitu Rumah Hobbit.

Letaknya di Jl. Hutan Pinus Nganjir, Dligo, Bantul. Memerlukan waktu sekitar 1 jam-an dari Taman Sari untuk bisa sampai kesana. Sama kaya kemarin, perjalan yang menanjak dan liku-liku serta jalanan yang belum diperbaiki. Sama halnya dengan harga tiket masuk ke puncak becici yaitu Rp. 2000 untuk motor dan Rp. 2500 untuk orang.

Sesampainya disana bagus juga sih tempat ini, selaian tempat berlibur untuk keluarga, baik juga untuk anak-anak karena tempatnya sangat menyatu dengan alam liar.



The secret place


Seribu Batu Songgo Langit
Perut keroncongan kaya lagi dangdutan, untungnya disini banyak warung makanan yang dikelola sama warga lokal. Harganya murah untuk para backpacker disini, dengan harga Rp. 12000 sudah bisa mendapatkan ayam + nasi. Banyak juga yang berjualan cinderamata khas sini, jadi kalau kita jalan-jalan jangan lupa juga membantu warga lokal untuk memajukan perekonomiannya dengan cara membelinya dan memperkenalkannya di medsos atau beri tau ke teman-teman kita yang ada dirumah.

Berhubung hari sudah menjelang sore dan kereta gue itu berangkat jam 17.20 WIB, langsung gue bergegas ke stasiun Lempuyangan. Sesampainya disni, kita berdua disguhkan dengan pawai rakyat yang sedang berjalan. Gadis-gadis lokal mengenakan pakaian adat yang ayu membuat gue makin jatuh cinta dengan Kota ini. 


Tiba saatnya gue pulang ke Purworejo dan berpisah sama Ibnu di stasiun ini. Gue naek kereta Pramex dengan tujuan Stasiun Kutoarjo dengan harga Rp. 8000. Perasaan senang karena sudah sedikit meng-eksplore Jogja dan seiisinya walaupun cuma sehari semalam ditambah lagi keluarga yang sudah menunggu kedatangan gue disana.

Sekian sudah perjalanan singkat gue di Daerah Istimewa Yogyakarta yang benar-benaar Istimewa! semoga gue dan kalian para pembaca bisa lebih lagi meng-eksplore alam Indonesia yang indah ini!

Keep Traveling guys!

TERIMAKASIH BROTHER ATAS JAMUANNYA!

















Comments

Popular posts from this blog

PUTIH ABU-ABU YANG TAK PERNAH PUDAR

Udah lama gak traveling lagi, huft.

Ada apa di Banten?